Follow Us @tazkiahilahi

Selasa, 14 Februari 2023

Menjadi Hafidz Alquran Sejak Janin

Februari 14, 2023 0 Comments

Sumber: ar.europeanwriterstour.com

Memiliki anak yang sholeh dan sholehah serta hafal Alquran pastinya merupakan impian setiap orang tua. Terlepas orang tua tersebut hafidz quran atau bukan, ini bukan alasan kita tidak bisa mewujudkan impian itu. Banyak penghafal Alquran yang terlahir dari orang tua yang bukan hafidz, akan tetapi mereka memiliki keteguhan hati, berikhtiar dengan segala upaya, berdoa, dan menyerahkan hasilnya kepada Allah swt. Salah satu inspirasi dalam mendidik hafidz sejak dalam kandungan adalah Abdullah Fadhil Asy-Syaqaq.

Abdullah Fadhil Asy-Syaqaq berkat karunia dari Allah swt, dia berhasil menghafal Alquran 30 juz pada saat usianya belum genap 7 tahun. Bukan hanya hafal Alquran, tetapi ia pun memahami isi kandungan Alquran, dan hafal berbagai matan dasar-dasar cabang disiplin ilmu lainnya, sehingga ia mendapat gelar doktor dari Universitas Peradaban Islam Terbuka (The Islamic Civilization Open University) Libanon.

Berbagai kejuaraan dan penghargaan yang diperoleh sang anak Abdullah Fadhil Asy-Syaqaq tentunya ini merupakan karunia yang sangat besar yang telah Allah berikan serta tak terlepas dari ikhtiar sang orang tua. Berikut beberapa langkah ikhtiar yang dilakukan Fadhil Asy-Syaqaq (ayah dari Abdullah Fadhil Asy-Syaqaq):

 

A. Periode Sebelum Mengandung

Suami dan istri senantiasa menjaga diri agar dalam keadaan suci dari hadats, serta sang suami selalu memotivasi istri agar semangat melakukan kebaikan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Selain itu, sang istri juga merutinkan membaca wirid dan zikir harian, mengerjakan shalat-shalat Sunnah, dan selalu membaca Alquran.

 

B. Periode Ketika Mengandung

Ketika memasuki usia kehamilan tiga bulan, dimulailah program Alquran secara terjadwal, di antaranya:

1. Pada usia kehamilan tiga bulan, sang istri membaca Alquran minimal 1 juz sehari secara urut dari juz pertama hingga akhir. Hendaknya membaca Alquran dalam suasana yang tenang. Biasanya sang istri masuk ke mushala rumah dan menutup pintunnya, kemudian membaca Alquran dengan suara yang dapat didengar, dengan niat memperdengarkan bacaan itu kepada janin.

2. Pada usia kehamilan empat bulan, sang istri membaca Alquran 2 juz.

3. Pada usia kehamilan lima bulan, sang istri membaca Alquran 3 juz.

4. Pada usia kehamilan enam bulan, sang istri membaca Alquran 4 juz.

5. Pada usia kehamilan tujuh bulan, sang istri membaca Alquran 5 juz.

6. Pada usia kehamilan delapan bulan, sang istri membaca Alquran 6 juz.

7. Pada usia kehamilan sembilan bulan, sang istri membaca Alquran 7 juz.

 

C. Periode Setelah Mengandung atau Melahirkan

Setelah lahir sang ayah melakukan amalan-amalan Sunnah seperti zikir dan wirid harian, sedekah, membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri, dan mengadakan aqiqah di hari kelahirannya. Pada hari pertama sampai 40 hari, sang ayah membacakan sebagian ayat Alquran meski secara acak kepada sang bayi dengan berusaha semaksimal mungkin agar suci dari hadats, lebih-lebih ketika sang bayi sedang menyusui. Kemudian sejak itu sang ayah dan ibu mulai menerapkan kembali program yang telah direncanakan yaitu membacakan Alquran secara urut dan zikir-zikir kepada sang bayi. 

Di antara pencapaian Abdullah Fadhil Asy-Syaqaq adalah pada usia satu tahun lebih tiga bulan ia sudah hafal beberapa surat pendek. Pada usia dua setengah tahun ia hafal juz amma secara sempurna. Kemudian, pada usia lima tahun menghafal secara serius dan pada usia sebelum genap tujuh tahun beliau hafal Alquran secara sempurna.

Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkahi dan menjaga keluarga Fadhil Asy-Syaqaq. Demikian perjalanan singkat mengenai ikhtiar Abdullah Fadhil Asy-Syaqaq dan sang istri mendidik anaknya agar menjadi penghafal Alquran. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita agar bisa mengikuti langkah-langkah yang telah disebutkan untuk mendidik anak-anak kita menjadi penghafal Alquran bahkan dari sejak kandungan. Aamiin Allahumma Aamiin.

 

Sumber: Sayyid, Salafuddin Abu. 2013. Balita pun Hafal Alquran. Solo: Tinta Medina. 






Sabtu, 30 Maret 2019

Bagaimana Menuntut Ilmu Hadits?

Maret 30, 2019 0 Comments



Bagaimana Menuntut Ilmu Hadits?


Seolah magnet dengan daya pikat kuatnya, ratusan pelajar duduk memenuhi Zhullah Utsmaniyah mengelilingi Prof. Dr. Ahmad Ma’bad Abdul Karim di Masjid Al-Azhar, pada Sabtu 26 Januari 2019. Guru agung ilmu hadits seantero dunia itu menyampaikan kuliah umum yang sangat berharga tentang pemetaan belajar ilmu hadits dari titik terdasar hingga titik puncaknya.

Itu semua beliau sampaikan bukan dari imajinasi, melainkan berdasarkan pengalaman panjang menekuni ilmu yang memerlukan azimah kuat ini. Setelah belajar banting tulang, keluar dari zona nyaman mengabdikan jiwa dan raga untuk berkhidmat kepada sunnah. Rekam jejaknya bertalaqqi dan mulazamah kepada guru-guru besar pada masanya.

Jangan tanya berapa kitab yang sudah beliau lahap, tapi tanyakan tiang-tiang perpustakaan yang menjadi saksi bahwa hari-hari di masa mudanya dihabiskan untuk berkekasih dengan kitab, sampai setiap pengunjung menduga beliau adalah petugas penunggu perpustakaan karena datang pagi hari sejak pintu perpustakaan dibuka dan pulang larut malam ketika perpustakaan ditutup.

Karirnya dalam mengajar juga telah merasakan bermacam tingkatan otak dan psikologis murid, mulai dari menjadi pengajar madrasah ibtidaiyah hingga menjadi guru besar yang telah melanglang-buana menjadi dosen di berbagai universitas di beberapa negara.

Tidak berhenti pada tataran teoritis, pengalaman terjun praktik langsung pada tugas-tugas berat seperti menahkik manuskrip-manuskrip turats, menulis karya ilmiah dengan menawarkan ijtihad dan penemuan-penemuan baru dalam ilmu ini yang belum dibicarakan ulama sebelumnya, dalam Ilmu ‘Ilal –misalnya- sebagai cabang pembahasan yang terkenal paling. Tidak sedikit murid-murid asuhannya yang kini telah menjadi orang-orang hebat dalam bidang ini. Tak heran kini beliau menjadi rujukan utama di dunia baik dalam riwayah dengan ketinggian sanadnya maupun diroyah.

Bagi yang mendengar kuliah ulama bermuka sejuk, teduh dan berseri-seri itu pada hari itu, bagaikan menemukan mutiara mahal dan menemukan cercah cahaya yang menerangi jalannya untuk berjalan di atas ilmu hadits dengan simpel, yang sebelumnya menurut asumsi banyak orang sulit sehingga tidak banyak yang berhasil sampai kepada tujuan.

Sebelum memulai mendiktekan tahapan-tahapan kitab pembangun diri seorang ilmuan hadits, sebelumnya beliau awali dengan nasehat-nasehat singkat nan berharga:

1. Niat ikhlas dan azam kuat

Hal pertama bagi pelajar ilmu hadis adalah menanam dalam lubuk hatinya sepucuk niat suci, bahwa dia akan memulai langkah mendalami ilmu sunnah atas dasar cinta kepada pemilik sunnah, Nabi Muhammad SAW. Niat ini, walaupun tanpa diumbar -agar tidak terkena riya’ dan sum’ah-, cukuplah dia yakin bahwa Allah mengetahui niatnya. Dia tidak bertanya apa imbalan yang akan saya dapatkan setelah bersusah payah belajar? Bagaimana peluang saya mencari pekerjaan nanti dengan ilmu ini?

Dengan niat suci, artinya ia menanam kuat-kuat keyakinan: “Selama Allah Mengetahui bahwa saya menginginkan kebaikan, Allah -yang maha tidak memungkiri janji- telah berjanji akan memberikan segala kebaikan kepada saya. Firman-Nya:

إن يعلم الله في قلوبكم خيرا يؤتكم خيرا

Di antara bentuk pelunasan janji itu yang bisa terlihat sekarang, Allah mengendalikan ulama sekelas beliau (Syekh Ahmad Ma’bad) untuk hadir pada hari itu memberikan penjelasan penting tentang pemetaan belajar ilmu hadis kepadanya, penjelasan urgen agar setiap pelajar berjalan di atas jalan yang benar dan tidak menyalahi arah.

Ini baru contoh kecil dari bukti kebenaran ayat di atas. Kedepannya, setiap orang yang memiliki niat kuat akan membuktikan kebenaran janji itu datang satu persatu, Allah mempermudah jalannya, menerangi hatinya untuk mudah menerima dan memahami, pada saat yang sama Allah menjauhkannya dari pengaruh-pengaruh buruk yang seringkali mengganggu konsentrasi pelajar.

Niat ikhlas sangat penting, sebab nanti di tengah perjalanan belajar, seringkali Iblis bolak-balik datang menggoda. Iblis ini cerdas sekali dalam menggoda, dia berbisik dengan dalil-dalil: “Kamu jangan capek-capek belajar, bukankah ada hadis berbunyi: ‘Inna li badanika ‘alaika haq’.”

Atau: “Kamus serius terus sih, becanda dong sekali-sekali, becanda itu kan sunnah!”

Walaupun yang disampaikan itu kebaikan dan benar, tetapi begitulah strategi setan, memasukkan 99 kebaikan kepada manusia untuk menjatuhkannya kepada satu keburukan saja. Tapi daru satu keburukan itu bisa datang bertubi-tubi keburukan-keburukan yang lain. Imam Sufyan bin Uyaynah mengatakan:

إن الشيطان يفتح لابن آدام تسعين بابا من الخير ليدخله في باب واحد من الشر

Maka, siapakah yang bisa selamat dari kecerdikan godaan syetan ini?

Setan sendiri yang memberikan kunci jawaban setelah dia bersumpah di hadapan Allah bahwa dia akan menyesatkan manusia dari berbagai arah dan cara, bahwa yang tidak dapat digoda adalah:

إلا عبادك منهم المخلصين

Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas” (Al-A’raf ayat 83).

2. Tekad kuat

Setelah menanamkan niat, selanjutnya adalah membulatkan tekad untuk merealisasikan niat itu dengan gerakan nyata. Bertekad menempuh proses-prosesnya yang tepat walaupun itu berat dan butuh pengorbanan. Sebab, apalah artinya niat dan obsesi selangit tetapi tanpa dibarengi tekad kuat.

 “Pengalaman saya membimbing banyak risalah magister dan doktoral, sering ketika saya memberikan peringatan kepada mahasiswa yang lamban mengerjakan karya ilmiahnya, saya bertanya: ‘Mengapa anda terlambat? Sedangkan teman-teman anda yang lebih muda usianya sudah selesai.’

Dia hanya menjawab: ‘Doakan saya, Ya Syekh! Agar cepat selesai.’.

Tetapi dia meminta doa tidak disertai kemauan untuk membulatkan tekadnya dan usaha. Apakah bisa dengan saya berdoa untuknya, kemudian di rumah dia hanya tidur-tiduran, lantas setelah bangun tidur tesis atau disertasinya sudah jadi di bawah kasurnya?”

Memang langkah-langkah sederhana mungkin dapat digapai dengan tanpa tekad, tetapi beda halnya jika itu adalah langkah-langkah berat dan sulit, termasuk belajar ilmu hadits.

Mengapa belajar ilmu hadits berat dan sulit?

Karena seimbang dengan ganjaran pahala yang akan dia dapatkan nanti. “Al-Ajru ‘Ala Qadri Al-Masyaqqah.”

Dalam muhadaroh ini saya akan mendiktekan nama-nama kitab untuk anda dibaca dalam membangun keilmuan dalam hadits. Tetapi ternyata setelah anda melihat langsung kitab tersebut, anda mendapati diri anda tidak paham apa-apa darinya. Nah tekad inilah yang pada kondisi itu menentukan, Apakah anda akan seketika menyerah? Ataukah bertahan mencari segala cara agar bisa memahami kesulitan itu.”

3. Sediakan waktu khusus (10 menit saja!)

Setelah ada niat dan tekad kuat, langkah selanjutnya adalah mengatur waktu. Dengan niat dan tekad yang kuat, tanpa pengaturan waktu yang baik, ini juga tak membuahkan hasil yang dituju.

Luangkan waktu khusus yang benar-benar kondusif dan anda bisa fokus untuk anda membaca sendiri. Waktu yang saya maksud ini di luar waktu belajar di kuliah, talaqqi di hadapan masyaikh dan berdiskusi dengan teman-teman. Karena cara ini memiliki keefektifan tersendiri yang luar biasa. Sebab belajar di kuliah bisa saja anda kurang fokus dalam mendengar, ngantuk atau tidak paham perkataan guru.

Waktu ini ditentukan sesuai aktifitas dan kesibukan keseharian, tanpa harus menelantarkan istri dan anak apabila sudah berkelurga, atau melanggar tugas kepada teman rumah anda.

Tanamkan janji pada diri untuk tidak melewati satu haripun tanpa meluangkan waktu untuk membaca secara teratur, walaupun itu hanya 10 menit. Anda benar-benar harus idealis dan tegas pada diri sendiri soal waktu yang sudah anda anggarkan untuk membaca ini. Apapun kondisinya tidak akan anda tinggalkan

10 menit ini apabila berkesinambungan akan memungkinkan saya menyelesaikan kitab-kitab besar, termasuk Fathul Bari misalnya, Kitab Tahdzibut Tahdzib dari awal hingga akhir.

Untuk belajar ini, setiap orang harus mencari cara tersendiri mengatasi permasalahan-permasalahan alamiah seperti kantuk. Karena dengan keberhasilan melawan banyak tidur inilah orang-orang dapat sampai ke tingkat tinggi.

Salah satu murid saya mengaku seringkali mengantuk saat mulai membaca atau kala menghadiri pelajaran di kelas. Diapun mencari-cari cara sampai dia menemukan alat khusus untuk menahan kantuk yang diletakkan telinganya. Dengan ketekunan dan komitmennya itu kini dia telah menjadi spesialis besar dalam bidang ilmu ini dan menjadi dekan sebuah fakultas. “

Dengan pembagian waktu ini juga, siapapun itu walaupun bukan takhassus belajar ilmu agama mungkin baginya menjadi alim dalam ilmu hadis.

Saya punya kenalan yang pernah saya bimbing, seorang arsitek besar yang menerapkan cara ini. Di luar kesibukannya menjalankan proyek-proyek besar, dia tetap menyediakan waktu khusus untuk belajar Ilmu Hadits dengan cara 10 menit ini, sampai akhirnya dia juga meraih gelar doktor dalam bidang hadis. Tetapi dia tidak mengambil doktor untuk uang, karena gajinya dari profesi sebagai arsitek sudah lebih dari mencukupi. Dia mencapai keunggulan sejajar dengan keunggulannya dalam ilmu arsitektur. Suatu hari saya berkunjung ke maktabah khususnya dan MasyaAllah dipenuhi kitab-kitab.”

Masih banyak lagi yang sejenis ini, ada yang menjadi polisi hingga pangkat jenderal dan membagi waktunya untuk itu dan menghadiri dars Syekh Ahmad Ma’bad.

Jadi secara global, pembagian waktu belajar untuk zaman ini adalah:

- Waktu khusus belajar kepada guru
- Waktu khusus berdikusi dengan teman
- Waktu khusus untuk belajar sendiri

Untuk menentukan secara spesifiknya kapan apakah subuh atau sore atau malam, setiap orang punya kesesuaian masing-masing. Yang penting saya meminta ada waktu yang dikhususkan.

Dari 24 jam yang anda miliki dalam sehari, saya tidak meminta untuk meluangkan 10 jam. Saya hanya minta 10 menit saja. Dengan syarat, 10 menit dijalani secara berkesinambunagn setiap hari.

Mungkin nafsu anda berbisik: dengan bekerja keras dalam belajar begini akankah nanti akan ada hasilnya? Sekali lagi, ingatlah ayat yang berisi janji Allah tadi:

إن يعلم الله في قلوبكم خيرا يؤتكم خيرا

Hadits ke-40

Maret 30, 2019 0 Comments





1.      Orang yang Ingin Melihat Rasulullah dengan Keluarga dan Hartanya
a.       Redaksi Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِي لِي حُبًّا نَاسٌ يَكُونُونَ بَعْدِي يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِي بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ
Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda, "Diantara umatku yang paling cinta kepadaku adalah orang-orang sepeninggalku kelak, di mana salah seorang dari mereka merasa senang jika dapat melihatku dengan keluarga dan hartanya"
b.      Takhrij Hadits
1)      Shahih Ibn Hibban no. 7231
2)      Musnad Ahmad no. 9399
c.       Mutiara Hadis
1)      Hadis ini berkaitan dengan tidak sempurnanya iman seseorang hingga ia mencintai Rasulullah melebihi cintanya kepada diri sendiri, keluarga, anak-anak, harta, dan manusia seluruhnya.
2)      Hadis ini menunjukan disyariatkannya mencintai Rasulullah saw dan cinta jenis ini menjadi penyebab masuk surga.

Hadits ke-39

Maret 30, 2019 0 Comments

1.       Firman Allah, "Demi Allah, Sesungguhnya Mereka Tidak Beriman Hingga Meminta Keputusan Kepadamu"
a.       Redaksi Hadits
عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ الزُّبَيْرِ، حَدَّثَهُ أَنَّ رَجُلًا مِنَ الْأَنْصَارِ خَاصَمَ الزُّبَيْرَ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِي شِرَاجِ الْحَرَّةِ الَّتِي يَسْقُونَ بِهَا النَّخْلَ، فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّ: سَرِّحِ الْمَاءَ يَمُرُّ، فَأَبَى عَلَيْهِمْ، فَاخْتَصَمُوا عِنْدَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ: " اسْقِ يَا زُبَيْرُ ثُمَّ أَرْسِلِ الْمَاءَ إِلَى جَارِكَ، فَغَضِبَ الْأَنْصَارِيُّ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ أَنْ كَانَ ابْنَ عَمَّتِكَ فَتَلَوَّنَ وَجْهُ نَبِيِّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: «يَا زُبَيْرُ اسْقِ، ثُمَّ احْبِسِ الْمَاءَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى الْجَدْرِ» فَقَالَ الزُّبَيْرُ: وَاللهِ إِنِّي لَأَحْسِبُ هَذِهِ الْآيَةَ نَزَلَتْ فِي ذَلِكَ {فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا} [النساء: 65]
Dari Abdullah bin Zubair RA, bahwasanya seorang laki-laki Anshar pernah bertengkar mulut dengan Zubair tentang bendungan pengatur air untuk menyirami kebun kurma. Laki-laki Anshar itu berkata, "Biarkanlah air mengalir!" Tetapi Zubair enggan mengalirkan air. Lalu mereka bersitegang di sisi Rasulullah SAW, maka Rasulullah berkata kepada Zubair, Hai Zubair, siramilah tanamanmu, lalu alirkanlah air tersebut ke tetanggamu.Laki-laki Anshar itu marah seraya berkata, "Ya Rasulullah, apakah karena Zubair itu putera bibi engkau?" Tiba-tiba raut wajah Rasulullah berubah. Kemudian beliau berkata, 'Hai Zubair, siramilah tanamanmu, lalu tahanlah air tersebut agar kembali mengalir ke ladang!" Zubair berkata, "Demi Allah, ayat berikut ini turun berkenaan dengan peristiwa tersebut:{DemiAllah, sungguh mereka tidak beriman}"
b.      Takhrij Hadits
1)      Shahih Bukhari no. 2359
2)      Sunan Abu Dawud no. 3637
3)      Sunan Tirmidzi no. 1363, 3027
4)      Sunan an-Nasa`i no. 5416
5)      Sunan Ibn Majah 15, 2480
6)      Sunan Kubra an-Nasa`i no. 5925, 5936, 11045
7)      Sunan Kubra al-Baihaqi no. 10286
8)      Shahih Ibn Hibban no. 24
9)      Musnad Ahmad no. 16116
c.       Mutiara Hadis
1)      Para mufassir berbeda pendapat mengenai sebab turunnya ayat ini. Ada yang berpendapat dengan kisah Zubair dan laki-laki Anshar itu, dua orang yang meminta penyelesaian hukum kepada Rasulullah tetapi pada akhirnya ingin lagi minta penyelesaian dari Umar ibn Khattab, dan antara orang yahudi dan munafiq yang meminta penyelesaian hukum kepada Rasulullah, akan tetapi orang munafiq itu tidak ridha akan keputusan Rasulullah sehingga meminta diselesaikan kembali oleh pendeta.
2)      Hadis ini perintah untuk taat dan ridha kepada keputusan Rasulullah saw.